Saturday, December 8, 2007

Sukuk akan Dikenakan Pajak

Republika: Sabtu, 10 Maret 2007

JAKARTA -- Pemerintah berniat mengenakan pungutan pajak atas setiap transaksi obligasi syariah (sukuk) yang dilakukan di Indonesia. Aturan mengenai pungutan pajak itu akan dimasukkan dalam paket UU Perpajakan yang amandemennya diharapkan selesai satu atau dua bulan mendatang.

Rencana pengenaan pajak sukuk itu kemarin (9/3) diungkap oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika menerima rombongan Kadin Malaysia di kantornya di Jakarta. Dalam pertemuan sekitar satu jam itu, Wapres menyempatkan diri berdialog dengan para pengusaha dari negeri jiran itu. ''Sukuk akan diselesaikan dengan UU Pajak yang baru,'' ungkapnya ketika menjawab pertanyaan peserta.

Wapres mengakui pengenaan pajak atas sukuk itu lantaran obligasi yang berlandaskan syariah Islam itu dianggap sebagai bagian dari transaksi. Secara pisik seakan-akan terjadi transaksi yang di Indonesia selalu dikenakan pajak. ''Itu hanya formulated transaction,'' ujarnya.

Sesuai dengan hukum perpajakan di Indonesia, setiap transaksi dikenakan pajak. Ia memperkirakan hasil amandemen UU Pajak itu akan diselesaikan pembahasannya di DPR satu atau dua bulan ke depan. Dengan adanya kejelasan status hukum sukuk itu diharapkannya investasi portofolio di tanah air bisa berkembang lebih pesat lagi. ''Kita kan kemarin belum ada transaksi sukuk, tapi (Ditjen) pajak bilang itu harus bayar pajak,'' tegasnya.

Sementara bagi investor, selama ini sukuk dipandang tidak layak dikenakan pajak lantaran dianggap sebagai pay on paper transaction. Wapres memandang pendapat seperti itu bisa saja diutarakan. Namun untuk kepastian hukum, ia berpendapat transaksi sukuk ini memang sebaiknya diatur dalam UU Perpajakan. Kebijakan ini, lanjutnya, juga dimaksudkan sebagai inovasi baru dalam sistem keuangan. ''Karena kalau kita tidak ikuti, kita akan ketinggalan banyak,'' jelasnya.

Dalam pertemuan itu, Wapres juga mengungkapkan penuntasan amandemen UU Penanaman Modal. Ia memperkirakan amandemen UU itu selesai bersamaan dengan paket UU Perpajakan, yaitu satu atau dua bulan lagi. Amandemen UU itu dilakukan untuk membuat iklim investasi di Indonesia semakin kompetitif dibanding dengan negara lain. ''Kalau Indonesia berbeda jauh dengan Malaysia, tentu menyulitkan,'' katanya.

Sukuk dan Obligasi Konvensional Sama-sama Diminati

Republika: Rabu, 05 Desember 2007

Menjadi negara berpenduduk mayoritas Muslim tak menjamin sektor ekonomi yang tumbuh hanya sektor keuangan syariah. Fakta ini terlihat di berbagai negara Timur Tengah yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Berdasarkan data hasil pengkajian firma hukum internasional, Trowers & Hamlins, di wilayah tersebut, nilai obligasi konvensional hingga Juni lalu tercatat meningkat dua kali lipat menjadi 11,1 miliar dolar AS dibandingkan tahun lalu 5,1 miliar dolar AS. Sedangkan, dalam tiga tahun terakhir, penerbitan obligasi konvensional di Timur Tengah telah meningkat signifikan dari hanya 964 juta dolar AS. Fakta tersebut menunjukkan tidak hanya sukuk yang tumbuh pesat di Timur Tengah, tapi juga obligasi konvensional.

Menurut Adrian Creed dari Trowers & Hamlins sebagaimana dilansir situs berita www.ameinfo.com, Selasa, (12/4), salah satu pemicu meningkatnya pertumbuhan obligasi konvensional di Timur Tengah karena dilatarbelakangi pertumbuhan sukuk di wilayah tersebut. Hingga akhir Juni lalu, sukuk yang diterbitkan di Timur Tengah meningkat dua kali lipat lebih menjadi 14,5 miliar dolar AS dari penerbitan periode serupa tahun lalu, 5,1 miliar dolar AS.

Hingga akhir tahun lalu, penggunaan sukuk sebagai instrumen penjaring dana investasi bagi berbagai perusahaan di Timur Tengah mengkomposisi sekitar 57 persen penerbitan obligasi. Meski demikian, hingga Juni lalu, sukuk masih mendominasi penerbitan pasar obligasi di Timur Tengah.

Adrian menyebutkan, cukup banyaknya obligasi konvensional yang diterbitkan di Timur Tengah menunjukkan bahwa investor Timur Tengah cukup rasional dalam menginvestasikan dana mereka. Bagi mereka, salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan dalam menempatkan dana adalah tingkat kompetitif dari return yang dimiliki suatu instrumen investasi. Sehingga mendorong perusahaan di Timur Tengah tidak hanya menggunakan sukuk untuk menjaring dana investasi, tapi juga obligasi konvensional. `'Perusahaan Teluk tidak hanya berkomitmen pada sukuk. Mereka akan menggunakan obligasi konvensional atau melakukan right issue bila dipandang sesuai dan menguntungkan. Contohnya, penjaringan dana investasi baru-baru ini oleh DP World dengan menerbitkan sukuk senilai 1,5 miliar dolar AS bertenor 10 tahun dan obligasi konvensional 1,75 miliar dolar AS bertenor 30 tahun,'' katanya.

Mengenai sukuk, Adrian memprediksi, sukuk di Timur Tengah akan terus berkembang pesat dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut dipicu oleh tingginya harga minyak dunia. Hal tersebut karena tingginya harga minyak mendorong wilah Timur Tengah mengalami kelebihan dana investasi. Kondisi ini akan terjadi sepanjang minyak masih menjadi bahan bakar utama berbagai sektor transportasi dan industri di dunia. `'Pendorong utama pertumbuhan sukuk tahun ini adalah karena lonjakan harga minyak yang mendorong terjadinya overlikuiditas. Banyak dari dana itu yang diinvestasikan di instrumen investasi syariah,'' katanya.

Adrian menyebutkan, di Timur Tengah, minat untuk menjaring dana investasi melalui sukuk tetap cukup tinggi. Hal tersebut ditunjukkan penerbitan sukuk oleh beberapa perusahaan di Timur Tengah. Salah satunya adalah penerbitan sukuk senilai 875 juta dolar AS oleh Dana Gas dari Uni Emirat Arab (UEA), Oktober lalu. Selain itu, perusahaan properti RAK asal UEA dan Abyaar asal Kuwait juga telah berencana untuk menerbitkan sukuk awal tahun depan dengan nilai masing-masing dua miliar dolar AS dan 700 juta dolar AS.

Sebelumnya, berdasarkan hasil pengkajian Middle East Economic Digest (MEED), nilai transaksi keuangan syariah pada 2012 diproyeksi mencapai 30 miliar dolar AS. Jumlah tersebut mengkomposisi sekitar 30 persen dari total transaksi keuangan di wilayah Timur Tengah saat ini.